Header ADS

Walk Out di DPRD Blora: Warga Protes Tata Kelola Sumur Minyak Rakyat, Tuding Pemerintah Abai


BLORA,POJOKBLORA.ID
Suasana audiensi di Gedung DPRD Kabupaten Blora, Senin (27/8/2025), mendadak memanas. Front Blora Selatan bersama Masyarakat Blora Peduli kompak melakukan walk out atau meninggalkan ruang sidang sebagai bentuk kekecewaan.

Mereka menilai forum yang digelar untuk membahas implementasi Peraturan Menteri ESDM Nomor 14 Tahun 2025 tentang tata kelola sumur minyak rakyat kehilangan legitimasi. Pasalnya, para pemangku kebijakan kunci yang diundang justru tidak hadir.

Pihak yang absen di antaranya Pemkab Blora, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (PMD), BUMD Blora Patra Energy (BPE), Blora Minyak Energi (BME), UMKM Mataram Connection, hingga perwakilan Pertamina EP. Padahal, keberadaan mereka dianggap vital untuk menjawab persoalan serius yang tengah dihadapi warga.

“Kami menghargai kehadiran perwakilan ESDM dan Ketua Praja Blora. Namun, audiensi ini tidak substansial ketika aktor-aktor utama justru absen. Ini pelecehan terhadap demokrasi dan penghinaan terhadap DPRD sebagai representasi rakyat,” tegas Koordinator Front Blora Selatan, Agus Exi Wijaya.

Menurut Exi, tata kelola sumur minyak rakyat bukan sekadar persoalan regulasi, melainkan juga menyangkut keselamatan jiwa. Ia menyinggung fakta adanya korban jiwa akibat praktik pengeboran amburadul, namun hingga kini tidak ada kejelasan pertanggungjawaban.

Desakan masyarakat pun menguat agar pengelolaan sumber daya minyak kembali berlandaskan Pasal 33 UUD 1945, yakni untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Warga menolak jika sumber daya strategis Blora hanya dikuasai pemodal dari luar daerah yang menjadikan masyarakat lokal sebagai buruh murah.

Sementara itu, Warsit, Anggota DPRD Blora dari Fraksi Hanura, menegaskan pengelolaan SDA di Blora harus diberikan kepada BUMD atau perusahaan daerah. Menurutnya, hanya dengan cara itu manfaat ekonomi bisa dirasakan masyarakat lokal dan berkontribusi pada peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Selama ini rakyat hanya jadi buruh dan tameng. Yang punya sumur dan modal orang luar. Ini sangat merugikan pemerintah dan rakyat. Kalau dikelola legal dan profesional oleh BUMD, PAD bisa naik drastis bahkan berpotensi triliunan rupiah,” tandasnya.

Selain menyoroti aspek ekonomi, para wakil rakyat juga mempertanyakan CSR perusahaan serta minimnya infrastruktur yang dirasakan masyarakat meski Blora dikenal sebagai “Belahuran” atau telaga minyak. “Blora seharusnya jadi kaya, bukan terus hidup dalam kemiskinan. Semua soal pengelolaan,” tegas Warsit.(AGUNG)

Sponsor

Posting Komentar

Beri masukan dan tanggapan Anda tentang artikel ini secara bijak.

Lebih baru Lebih lama